Sabtu, 05 Januari 2013

IBU

WHAT'S NEW?



Malaikat Pelindung

Suatu ketika, ada seorang bayi yang telah siap untuk dilahirkan. Maka ia bertanya kepada Tuhan.

“Ya Tuhan, Engkau akan mengirimku ke bumi. Tapi aku takut, aku masih sangat kecil dan tak berdaya. Siapakah nanti yang akan melindungiku disana?”. 
Tuhan pun menjawab, 
“Diantara seluruh malaikat-Ku, Aku akan memilih satu yang Ku khususkan untuk menjagamu. Dia akan merawatmu dan mengasihimu”. 

Si kecil bertanya lagi. 
“Tapi disini, di surga ini, aku tak melakukan apapun kecuali tersenyum dan bernyanyi, dan itu semua cukup untuk membuatku bahagia”. 
Tuhan pun menjawab, 
“Kau tak perlu khawatir, malaikatmu itu akan selalu menyenandungkan lagu untukmu dan dia akan membuatmu tersenyum setiap hari. Kamu akan merasakan cinta dan kasih sayang, itu semua pasti akan membuatmu bahagia”. 

Namun si kecil bertanya lagi, 
“Bagaimana aku bisa mengerti ucapan mereka, jika aku tak tahu bahasa yang mereka gunakan?”

Tuhan pun menjawab, 
“Malaikatmu itu akan membisikkanmu kata-kata yang paling indah. Dia akan selalu sabar berada disampingmu, dan dengan kasihnya dia akan mengajarkanmu berbicara dengan bahasa manusia”. 

Si kecil bertanya lagi, 
“Lalu, bagaimana jika aku ingin berbicara padamu, ya Tuhan?”

Tuhan pun kembali menjawab, 
“Malaikatmu itu akan membimbingmu. Dia akan menengadahkan tangannya bersamamu dan mengajarimu berdo’a”. 

Lagi-lagi, si kecil menyelidik, 
“Namun aku mendengar, disana ada banyak sekali orang jahat. Siapakah nanti yang akan melindungiku?”

Tuhan pun menjawab, 
“Tenang..., malaikatmu akan terus melindungimu, walaupun nyawa yang menjadi taruhannya. Dia, sering akan melupakan kepentingannya sendiri untuk keselamatanmu”. 

Tiba-tiba, si kecil kini malah bersedih, lalu berkata, 
“Ya Tuhan, tentu aku akan sedih jika tak melihat-Mu lagi”.

Tuhan pun menjawab lagi, 
“Malaikatmu akan selalu mengajarkanmu tentang keagungan-Ku. Dia akan mendidikmu, bagaimana agar selalu patuh dan taat pada-Ku. Dia akan selalu membimbingmu untuk selalu mengingat-Ku. Dengan begitu, Aku akan selalu ada disisimu”.


Hening...


Kedamaian pun tetap menerpa surga. Namun, suara-suara panggilan dari bumi terdengar sayup-sayup. 

“Ya Tuhan, aku akan pergi sekarang, tolong sebutkan nama malaikat yang akan melindungiku...”.

Tuhan pun kembali menjawab, 
“Nama malaikatmu tidak begitu penting. Tapi kamu akan memanggilnya dengan sebutan Ibu...”.

Sabtu, 16 Juni 2012

WHAT'S NEW?



TANGAN YANG DICIUM RASULULLAH SAW


Rasulullah Muhammad SAW adalah tokoh yang memiliki pengaruh luar biasa dalam kehidupan. Beliau seperti matahari yang menjadi pusat orbit perubahan peradaban umat manusia. Risalahnya menjadi panduan hidup tak tergantikan, kata-katanya diaplikasikan pengikutnya dan perilakunya diteladani sepanjang jaman. Dalam sejarah kehidupan Rasulullah SAW, setiap kali beliau hadir disuatu tempat, orang memburu untuk melihat wajah lembutnya, berdesak untuk menyalami tangan sucinya dan berebut memohon doa kebaikan darinya. Para sahabat setianya mengerumuni beliau tak pernah lepas, baik dalam majlis yang damai maupun dalam perang yang berkecamuk. Pribadi Rasulullah SAW laksanaka ‘magnet kesempurnaan’ yang menyedot ‘besi-besi kebaikan’ di sekitarnya.

Tetapi, tahukah kita bahwa beliau pernah mencium dua tangan yang kemudian beliau doakan sebagai tangan-tangan ahli surga? Gerangan tangan siapakah yang mendapat kehormatan dicium oleh insan termulia?

Tangan pertama adalah tangan putri tercinta beliau, Fatimah az-Zahra binti Rasulullah. Sejarah mencatat bahwa setiap kali Rasulullah merindukan surga, maka beliau senantiasa mendatangi Fatimah putrinya. Rasulullah SAW seringkali bersabda, “Fatimah adalah belahan jiwaku, barangsiapa yang membuatnya bahagia, dia juga membahagiakanku; dan barangsiapa yang menyebabkan dia berduka berarti juga membuatku berduka”.

Apa yang melatarbelakangi terpilihnya tangan Fatimah mendapat kemuliaan dan jaminan dari ayahandanya? Fatimah az-Zahra adalah putri Rasulullah Saw buah perkawinannya dengan Khadijah al-kubra, ummul mukminin. Fatimah kecil dididik dalam atmosfir puncak kesederhanaan rumah tangga Nabi. Seluruh kemuliaan ayahanda terekam jelas di hati Fatimah. Ujian begitu dahsyat yang bertubi-tubi menerpa ayahandanya juga dialaminya. Berbagai ujian itulah yang menempa Fatimah menjadi sosok yang tangguh. Sepeninggal ibu yang sangat dicintainya, Fatimah mendampingi langsung perjuangan ayahandanya. Fatimah selalu menangis tersedu manakala melihat ayahandanya yang berdakwah dicaci maki, dan dilempari kotoran. Tangan Fatimahlah yang membersihkan kotoran di tubuh ayahandanya. Begitu besar perhatian dan kasih sayang Fatimah pada ayahandanya sehingga dia dijuluki ummu abiiha (Ibu dari ayahnya).

Setelah menikah dengan Sayyidina Ali bin Abu Thalib kw, Fatimah tetap hidup sederhana. Meskipun ayahnya memiliki kekuasaan penuh atas umat Islam, Fatimah tidak pernah meminta lebih. Beliau tetap mengerjakan pekerjaan rumahnya sendiri, bahkan seringkali tangannya melepuh karena menggiling gandum. Tangan ini pula yang terkenal sangat dermawan. Bahkan dalam setiap doa, Fatimah senantiasa mendahulukan menyebut tetangganya satu persatu agar diberikan ampunan dan keridhoan Allah SWT, ketika Hasan bin Ali bin Abu Thalib, putranya, bertanya mengapa ibu mendoakan semua tetangga, dan tidak menyebut satu orangpun anggota rumah, Fatimah menjawab, ‘Al-jar qobla al-dar’ (dahulukan tetangga sebelum rumah kita). Karena itu, tidak mengherankan kalau Rasul senantiasa mencium tangan suci Fatimah.

Tangan kedua yang dicium Rasulullah SAW adalah tangan seorang sahabat mulia Rasulullah, Saad al-Anshori. Saad adalah simbol orang kecil. Tetapi penuh kejujuran dan kesederhanaan dalam hidup. Dia hanya seorang tukang batu, yang kesehariannya bergelut dengan terik matahari. Panas matahari menjadi sajian utama mengiringi kerja kerasnya memecahkan batu demi batu. Saad mungkin tidak terlalu tenar dalam lintas sejarah Islam, dibandingkan sahabat-sahabat yang lain. Tetapi kegigihannya, kemandiriannya untuk menjaga kehormatan diri dengan tidak meminta, keikhlasan hati dan rasa syukur atas nikmat Allah melambungkan derajat Saad al-Anshori. Atas prestasi kepahlawanan Saad dan kebeningan hatinya, Rasulullah SAW tidak segan merengkuh tangan Saad yang melepuh simbol jihad menghidupi keluarga, sambil menciumnya Rasulullah bersabda, ‘Inilah tangan yang tidak akan tersentuh api neraka’.

Saudaraku, tangan merupakan organ tubuh yang sangat penting. Tangan pula yang membedakan manusia dengan makhluk lain dalam mengubah peradaban dunia. Semoga tangan-tangan kita terjaga dari perbuatan maksiat, dan menjadi alat untuk berjuang di jalan-Nya. Yaa Allah, jadikan tangan-tangan kami nanti tangan yang menjabat tangan Rasul-Mu. 

Rabu, 05 Oktober 2011

WHAT'S NEW?

Teka-teki Imam Ghazali r.a

Suatu hari, Imam Al-Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya lalu beliau bertanya (Teka Teki ) :

Imam Ghazali = ” Apakah yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini ?

Murid 1 = ” Orang tua “

Murid 2 = ” Guru “

Murid 3 = ” Teman “

Murid 4 = ” Kaum kerabat “

Imam Ghazali = ” Semua jawapan itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita ialah MATI. Sebab itu janji Allah bahawa setiap yang bernyawa pasti akan mati ( Surah Ali-Imran :185).

Imam Ghazali = ” Apa yang paling jauh dari kita di dunia ini ?”

Murid 1 = ” Negeri Cina “

Murid 2 = ” Bulan “

Murid 3 = ” Matahari “

Murid 4 = ” Bintang-bintang “

Iman Ghazali = ” Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling benar adalah MASA LALU. Bagaimanapun kita, apapun keadaan kita, tetap kita tidak akan dapat kembali ke masa yang lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini, hari esok dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama”.

Iman Ghazali = ” Apa yang paling besar didunia ini ?”

Murid 1 = ” Gunung “

Murid 2 = ” Matahari “

Murid 3 = ” Bumi “

Imam Ghazali = ” Semua jawaban itu benar, tapi yang besar sekali adalah HAWA NAFSU (Surah Al A’raf: 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu kita membawa ke neraka.”

IMAM GHAZALI” Apa yang paling berat didunia? “

Murid 1 = ” Baja “

Murid 2 = ” Besi “

Murid 3 = ” Gajah “

Imam Ghazali = ” Semua itu benar, tapi yang paling berat adalah MEMEGANG AMANAH (Surah Al-Azab : 72 ). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka menjadi khalifah pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya berebut-rebut menyanggupi permintaan Allah SWT sehingga banyak manusia masuk ke neraka kerana gagal memegang amanah.”

Imam Ghazali = ” Apa yang paling ringan di dunia ini ?”

Murid 1 = ” Kapas”

Murid 2 = ” Angin “

Murid 3 = ” Debu “

Murid 4 = ” Daun-daun”

Imam Ghazali = ” Semua jawaban kamu itu benar, tapi yang paling ringan sekali didunia ini adalah MENINGGALKAN SOLAT . Gara-gara pekerjaan kita atau urusan dunia, kita tinggalkan solat “

Imam Ghazali = ” Apa yang paling tajam sekali di dunia ini? “

Murid- Murid dengan serentak menjawab = ” Pedang “

Imam Ghazali = ” Itu benar, tapi yang paling tajam sekali didunia ini adalah LIDAH MANUSIA. Kerana melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri “


Selasa, 04 Oktober 2011

WHAT'S NEW?

Yahudi. Satu kata itu menjadi satu makian konspiratif bagi muslim, tidak hanya kalangan fundamentalis, tetapi juga tradisionalis. Setiap ada budaya yang dilihat sebagai sesuatu yang menggerogoti tradisi keislaman selalu dikaitkan dengan upaya Yahudi dalam melemahkan iman masyarakat muslim. Demikian, ungkap Martin Van Bruinessen dalam sebuah ceramah yang disampaikan pada Institut Dialog Antar Iman (DIAN), Yogjakarta tahun 1993.

Tetapi, tahukah kita, bahwa ada seorang etnis Yahudi kelahiran Andalusia pada abad kelima belas masehi adalah salah satu penyebar Islam di pulau Jawa. Dialah Maulana Abdulmalik Israel yang semula seorang Yahudi yang konversi menjadi muslim, demikian dituliskan oleh Kyai Haji Muhammad Solikhin, seorang ulama yang mengasuh pesantren di Boyolali, dalam triloginya tentang Syeikh Siti Jenarnya. Bahkan, dalam buku yang ditulis oleh Ibnu Batutah, konon Maulana Malik Israel adalah salah satu anggota dari dewan Wali Sanga angkatan pertama, selain Syeikh Subakir, Syeikh Hassanuddin dan beberapa penyebar Islam pertama di Jawa. Maulana Malik Israel adalah seorang sufi yang meninggalkan tradisi Andalusia, tempat kelahirannya, sehingga tidak melulu mengandalkan rasionalisme yang telah menyebabkan kejatuhan Andalusia.

Maulana Malik Israel bersama anggota dewan Wali Songo menyebarkan Islam hingga akhir hayatnya. Konon, beliau dikuburkan di sebuah bukit kecil di tepi Teluk Banten, Bojonegara, Kab. Serang, utara Kota Cilegon. Tampaknya, bukit itu dipilih pertama kali oleh Maulana Malik Israel sebagai ulama yang lebih tua dari Syeikh Sholeh bin Abdurrahman seorang penyebar Islam yang hidup pada masa Maulana Hassanuddin. Bukit itu berada pada lokasi yang memiliki titik pandang yang cukup indah ke arah barat sehingga dapat menjadi proyeksi tafakur pada saat menyepi. Masyarakat menyebut bukit itu dengan Gunung Santri. Konon, daerah itu adalah tempat santri belajar kepada guru ulama tersebut.

Pada masa selanjutnya, daerah itu disebut dengan nama Kampung Beji. Sebuah kampung yang kemudian menjadi basis pergerakan perlawanan masyarakat Banten terhadap Hindia Belanda pada akhir abad ke-19 hingga masa kemerdekaan. Salah satu inspirator perlawanan itu adalah Maulana Malik Israel, selain tentunya Sultan Ageng Tirtayasa, musuh utama VOC.

Inspirasi itu masuk dalam beberapa bentuk, antara lain melalui keturunannya yang tersebar di hampir seluruh tanah banten. Salah satu keturunannya adalah Syeikh Jamaluddin yang dimakamkan di dekat Pelabuhan Merak. Keturunan Maulana Malik Israel konon dinikahi oleh kakek dari Syarif Hidayatullah. artinya, secara tidak langsung Syarif Hidayatullah sebagian dari dirinya berdarah Israili, selain berdarah Husseini. Jejak dari penghormatan kepada Maulana Malik Israel ini disebutkan dalam silsilah Maulana Hassanuddin yang disebutkan dalam Sejarah Banten dengan nama Sultan Bani Israel. Inspirasi itu, selain melalui darah genetik, adalah tradisi wasilah dalam doa yang dipanjatkan dalam setiap memulai doa, hizib atau munajat oleh masyarakat Banten.

Dus, Yahudi bagi orang Islam tidak melulu distigmakan oleh muslim sebagai musuh pengrusak iman ummat Islam, tetapi ada juga seorang Yahudi yang mendapatkan penghormatan sebagaimana para wali penyebar Islam di Jawa lainnya. {annuri furqon}


Senin, 25 Januari 2010

Kajian

WHAT'S NEW?

IBROH

Bagaimana bila guru kencing berlari? Pertanyaan ini muncul begitu saja manakala teringat pemeo yang mengatakan guru kencing berdiri murid kencing berlari, peribahasa yang mengilustrasikan bahwa perilaku murid selalu mencontoh perilaku guru. Cermin dari siapakah jika kini anak didik memantulkan pergaulan bebas dan tawuran? Jangan-jangan dijaman yang serba tidak karuan ini kita terbiasa kencing sambil bernyanyi atau bahkan kencing sambil menari.

“Wahai Amirul Mukminin, tidakkah seorang anak mempunyai hak yang harus ditunaikan orang tua?” tanya seorang anak kepada Umar bin Khatthab, saat hendak menasihati anak yang diadukan durhaka oleh ayahnya.

“Ayah wajib memilih ibu yang baik buat anaknya, memberi nama yang baik dan mengajarkan al-Qur’an.” Jawab sang khalifah.

Lantas anak tersebut berceloteh, “tidak satu pun dari tiga perkara tersebut yang ditunaikan ayahku. Ibuku seorang Majusi, namaku Ja’lan (artinya: kuda tunggang), dan aku tidak pernah diajari membaca apalagi mengamalkan al-Qur’an”.

Umar bin Khatthab menoleh kepada ayah dari anak itu dan mengatakan, “Anda datang mengadukan anakmu, ternyata Anda telah mendurhakainya sebelum ia mendurhakaimu. Anda telah berlaku tidak baik terhadapnya sebelum ia berlaku tidak baik kepada Anda”.

Ada kegundahan, kerisauan dan kekhawatiran, disamping sepercik harapan yang tersisa dalam samudera asa ketika bayangan merona tentang fenomena yang terjadi dalam dunia kita, khususnya dunia pendidikan dan lebih khusus lagi pendidikan ala pesantren. Perenungan yang muncul sebelum tidur adalah, “Masih adakah desir menggetar pada urat nadi santri yang menjalar, hingga ubun-ubunnya terasa hangat tatkala seorang kyai atau ustadz mendekat ke meja tulis mereka, seperti dulu masa-masa kita menjadi santri?”

Praduga sementara melalui pengamatan indrawi, serta resume dari obrolan santai dibawah rumpun bambu penjuru pesantren dengan seorang alumnus yang tidak diragukan lagi loyalitasnya terhadap almamater, rasa-rasanya ada pergeseran paradigma pendidikan yang bergeser ke arah minus dalam tataran pola ucap dan pola perilaku pendidik (dalam hal ini Mudabbir) yang disebabkan kontaminasi penjejalan pola pikir orang Yahudi. Sehingga muncul pertanyaan: “Masih adakah rindu saat seorang guru sakit seminggu, malu saat bertemu guru, takdzim karena guru bersih dar perilaku dzolim, rasa hormat serta pengakuan nan tulus dari dhomir dan kesadaran yang dalam pada diri santri?”

Senyum guru pun beraneka ragam. Ada senyum kambing kering, senyum raja, senyum simpul, senyum manis, dan senyum sinis. Senyum kambing kering atau senyum sinis adalah naluri yang dimiliki secara kodrati, ia datang tanpa dicari. Tetapi senyuman itu harus dihindari karena ia akan meracuni silaturrahim.

Dimana dan kemana kita harus mencari seandainya kulum senyum dan gelombang cinta yang menghiasi pola kehangatan guru-santri sirna ditelan telenovela? Mari kita cari dan raih kembali, sebab kulum senyum itu sebenarnya ada dalam syiar agama dan seyogianya perilaku bak lembayung senja itu terukir indah dalam bingkai pergaulan umat manusia.

Apakah kambing guling yang harus mengambil peran, sesudah kambing hitam hilang dari peredaran karena lelah dan geram setelah sekian lama menjadi sasaran pelemparan? Wong masyarakat yang cuma mengenyam pendidikan di madrasah setingkat RA di Musholla saja tidak pernah mencaci dan memaki gurunya apalagi sampai memukulinya. Ada apa dengan Santri/Siswa jaman sekarang?

Sudah menjadi pengetahuan umum tentang seringnya terjadi perilaku menyimpang yang dilakukan oknum pendidik terhadap muridnya, begitu juga tentang tindakan menyimpang yang dilakukan murid/orang tua murid terhadap guru.

Kita adalah manusia, guru juga manusia. Tetapi akan senada apabila kita juga tidak ingin lagi mendengar atau membaca dalam media massa, “penipuan, pencurian, pelecehan seksual, sampai pembunuhan” yang melibatkan kita untuk meluruskan penyimpangan-penyimpangan moral tersebut. Kita hapuskan peristiwa memilukan dan memalukan itu sambil melafadzkan wana’udzubillahi min dzalik.

Yang perlu kita sesali dan renungi mengapa hal itu sampai terjadi?!

Kapan dan siapakah yang mau dan mampu membenahi carut marutnya sistem pendidikan, dan berani menarik kencang permasalahan ini sehingga benang kusut ini kembali lurus?

Jawabannya:

“Sekarang!”

“Kita!”

Jangan terlena. Campakkan semua kesombongan dan kepura-puraan agar mutiara yang hilang kembali kepangkuan. Dengan menukil sebagian ayat “من الظلمات الى النور, bagaimana kita mengeluarkan umat dari kegelapan kepada cahaya untuk mendapatkan sesuatu yang baik yang terang dan bisa membawa umat ini pada hal yang luar biasa dan diridhaiNya.

Hanya sebait syair yang dapat terungkap: “Ya ilahi ya robbi, kupinang cintaMu hari ini, malam ini. Dan doa kukirim ke ‘arsyMu. Karena disini ada wajahMu, disini ada rahmanMu, disini ada rahimMu, dalam sujud ada maghfirahmu, untuk membersihkan peluh kami. Maka luruskanlah kami”.